Kamis, 10 Maret 2011

Terapi Telanjang dari Psikolog Cantik

Sarah White - Sarahwhitelive.com
KOMPAS.com - Ada cara mengorek keterangan dari pria tentang perasaan yang bergejolak di dalam diri mereka. Namun, seorang psikolog cantik berusia 24 tahun ini mempunyai cara tersendiri untuk melakukannya, yaitu dengan telanjang.

Sarah White mencoba cara mendapatkan keterangan dari pasiennya di New York dengan terobosan terapi yang benar-benar unik. Dengan melepaskan satu per satu pakaian yang dikenakannya selama sesi konseling, White yakin tindakannya ini dapat mencairkan ketertutupan sikap dari pasiennya.

"Saya sengaja melakukannya justru untuk mengendalikan diri para pasien saya itu. Tujuannya saya telanjang di depan mereka adalah agar mereka memahami diri dan lingkungan mereka secara lebih baik sehingga mereka bisa mendapatkan kekuatan dari kenikmatan yang timbul dari diri mereka dan kekuatan itu diharapkan tidak hanya muncul selama sesi terapi tetapi juga sesudahnya," ujar White.

Sesi awal konsultasi yang ditawarkan melalui komunikasi satu arah di web cam dan pesan SMS dikenakan biaya 150 dollar AS. Begitu White yang telah memiliki sekitar 30 pasien mengenal mereka secara lebih jauh maka ia menawarkan komunikasi dua arah melalui video Skype dan bahkan, untuk beberapa kasus, melalui konsultasi secara langsung.

Pendekatan terapi sambil telanjang yang diterapkan White ini tentu saja memikat kliennya yang sebagian besar adalah pria. Salah satu latarbelakang dari diterapkannya pendekatan ini adalah karena White merasa ada yang tindakan yang kurang dan tidak berinspirasi dalam teknik konsultasi dari studi strata-1 psikologi yang pernah didalaminya.

Lewat penuturannya ke New York Daily News, White menilai teknik yang dijalankannya telah memberikan dorongan minat lebih besar pada kaum pria yang cenderung kurang tergerak apabila dibandingkan kaum perempuan dalam berkonsultasi. "Saya melihat ada yang kurang dari teknik terapi klasik yang cenderung represif ketimbang mendorong orang lain untuk bersikap terbuka."
"Tujuannya adalah memperlihatkan kepada pasien bahwa tidak ada yang disembunyikan dari diri saya dan mendorong mereka untuk bersikap lebih jujur. Bagi pria tertentu, melihat sosok wanita telanjang justru dapat membantu mereka memfokuskan perhatian serta melihat diri mereka secara lebih luas selain membantu mereka menyampaikan apa yang ada di pikiran mereka secara terbuka," tambah wanita yang berasal dari Upper West Side ini.

"Freud menerapkan asosiasi bebas. Saya memilih untuk telanjang," jelas White untuk membandingkan teknik konsultasi yang ditawarkannya dengan teknik klasik dari Sigmund Freud.

Tentu saja teknik terapi yang diterapkan White juga disambut suara penentangan. Diana Kirschner, psikolog klinis di New York, menjelaskan: "White hanya menggunakan terapi kata-kata tetapi saya tidak menganggap ini sebagai terapi. Saya menilai pendekatannya itu sebagai pelayanan interaktif pornografi melalui internet."
Interaksi bernuansa seks antara pasien dan ahli terapi merupakan pelanggaran besar kode etik berdasarkan ketetapan yang dikeluarkan oleh American Psychoanalytic Association. Bahkan kontak fisik saja sudah dianggap sebagai pelanggaran kode etik profesi.

Namun, White menekankan tidak terjadi kontak fisik dalam terapi yang ditawarkannya. "Saya tidak menjalin hubungan intim dengan pasien saya."


Anda mau mencobanya ???

Film Impor Pembangkit Motivasi Sineas Domestik

Eat Pray Love - yang mengambil syuting di Bali
Jakarta (ANTARA News) - Angelina Sondakh, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat mengatakan, bagaimana pun Indonesia tetap membutuhkan film impor sebagai referensi dan pembangkit motivasi bagi sineas Indonesia untuk memproduksi film-film bermutu tinggi.

"Tetapi yang utama sekarang, ialah, potensi perfilman nasional tersebutlah yang harus lebih digali dan diaktualisasikan secara optimal, agar dapat menjadi solusi bagi permasalahan perfilman saat ini," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan itu, masih terkait dengan isu pajak atas film impor, sehingga sempat diprotes oleh asosiasi produsen film Amerika Serikat beberapa waktu lalu, yang mengakibatkan banyak bioskop di tanah air tak lagi punya stok film dari luar negeri.

"Saya pikir perlu ada solusi segera untuk menjaga keseimbangan peredaran film di seluruh bioskop di tanah air. Dan seperti saya tegaskan tadi, kita tetap membutuhkan film impor sebagai referensi dan pembangkit motivasi sineas Indonesia," ujarnya.

Namun, menurutnya, kita tetap perlu membuat penyesuaian bagi tercapainya rasa keadilan dalam soal pengenaan pajak atas film impor dan film nasional, sehingga kasus hilangnya stok film luar negeri beberapa waktu lalu, tidak terjadi lagi.

"Yang lebih penting lagi, ialah, segera melakukan reaktualisasi terhadap potensi perfilman kita," tegas mantan Putri Indonesia yang juga sempat bermain film dan menjadi bintang iklan ini.


Perangi Monopoli Distribusi

Angelina Sondakh kemudian mengungkapkan kesepakatan yang dicapai dalam rapat kerja antara Komisi X DPR RI dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, belum lama berselang.

"Dalam rapat tersebut dihasilkan rencana dan langkah-langkah bagi reaktualisasi potensi perfilman nasional yang dapat dimulai dengan dukungan Peraturan Pemerintah dan berlanjut pada penerapan pajak nol persen bagi bahan baku mentah pembuatan film" ungkapnya.

Selanjutnya, katanya, membentuk `genre` film yang bervariasi sesuai segmentasi pasar.

"Selain itu, mengupayakan pendidikan film melalui pengembangan SDM perfilman yang dididik secara khusus dalam fakultas atau akademi film, diberlakukannya subsidi film oleh pemerintah dan diterbitkannya beasiswa film," jelasnya.

Rapat kerja (Raker) itu, menurutnya, juga merekomendasi dikembangkannya laboratorium film pada jenjang pendidikan, membatasi peredaran sinetron di televisi dan menggantinya dengan Film Televisi (FTV) untuk lebih memacu karya film.

"Raker pun sepakat melahirkan kesimpulan tentang pentingnya kepedulian atas hak cipta film nasional, mengupayakan diangkatnya potensi pariwisata Indonesia dalam film yang dikerjakan melalui kerja sama dengan pihak asing seperti yang pernah terjadi dalam film `Eat Pray Love` yang mengambil syuting di Bali," kata Angelina Sondakh.

Selanjutnya, Raker merekomendasikan pula upaya meningkatkan pengiriman film Indonesia ke festival dan bursa film internasional di luar negeri.

"Tetapi yang tidak kalah pentingnya, ialah, memastikan kuota film import agar peredarannya dapat berimbang dengan film nasional, menurunkan pajak film lokal yang selama ini 10 persen dan menghapus monopoli distributor film yang telah dikuasai oleh grup bioskop 21 dan XXI," tandasnya.

Khusus untuk masalah `perang atas monopoli distribusi film` ini, menurut Angelina Sondakh, dilakukan dengan mendorong pengembangan bioskop daerah guna memperluas ruang publik dalam mengkonsumsi film nasional dan meningkatkan peran pertunjukan film keliling indonesia (Perfiki) demi mengatasi keterbatasan gedung bioskop maupun layar.(*)


Antaranews.com Kamis, 10 Maret 2011 21:25 WIB